Pengertian Wanprestasi, Akibat dan Cara Penyelesaiannya

By: Johan Supriyanto, S.Kom. - September 06, 2024

Advokat dan pengacara hutang piutang memberikan jasa hukum, terkhusus dalam bidang pelayanan kepada klien yang terlibat dalam kasus wanprestasi atau persengketaan. Namun, istilah wanprestasi tersendiri cenderung masih belum dikenal secara luas oleh pihak awam atau umum.

Pengertian Wanprestasi

Maka, simak pengertian wanprestasi, akibat wanprestasi, serta cara penyelesaian sengketa disini.

Pengertian Wanprestasi

Wanprestasi adalah suatu kondisi dimana salah satu pihak tidak memenuhi janji (prestasi) atau melanggar atas perjanjian yang sah yang telah disepakati sebelumnya oleh masing-masing pihak. Pelanggaran dapat terjadi dikarenakan adanya kelalaian salah satu pihak, seperti adanya keadaan memaksa atau force majeure yang dihadapi oleh pelaku wanprestasi, sehingga prestasi tidak dapat terpenuhi.

Pasal wanprestasi 1238 KUHPerdata menyatakan, “Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”

Maka, berdasarkan ketentuan yang diatur dalam pasal tersebut, syarat wanprestasi meliputi; (1) adanya perjanjian yang sah, (2) pihak yang melanggar isi perjanjian, (3) serta adanya bukti nyata mengenai tindakan sebuah pihak yang telah melanggar perjanjian yang telah disepakati.

Wanprestasi dalam perjanjian

Dalam praktek perjanjian, pengacara hutang piutang seringkali menemukan adanya wanprestasi atau keadaan dimana salah satu pihak tidak melaksanakan prestasi. Sebagai contoh, pihak pertama dan pihak kedua telah sepakat:

  • Pihak pertama sepakat untuk memberikan uang pinjaman kepada pihak kedua sebesar Rp10.000.000,00;
  • Pihak kedua sepakat untuk mengembalikan uang yang dipinjam dari pihak pertama sebesar Rp10.000.000,00 dan ditambah dengan bunga sebesar Rp200.000,00 / bulan, yang akan dikembalikan selambat-lambatnya 3 bulan setelah uang tersebut diserahkan oleh pihak pertama kepada pihak kedua;
  • Kesepakatan tersebut telah disepakati dan ditandatangani oleh pihak pertama dan pihak kedua diatas materai, karenanya perjanjian tersebut dianggap sah dan telah mengikat dua pihak;
  • Setelah uang tersebut diterima oleh pihak kedua, ternyata pihak kedua tidak mengembalikan kepada pihak pertama sesuai dengan tenggat waktu dalam kesepakatan sebelumnya, yaitu dalam jangka waktu 3 bulan;
  • Kondisi dimana pihak kedua tidak melaksanakan prestasi berupa pembayaran uang pinjaman senilai Rp10.000.000,00 ditambah dengan bunga sebesar Rp200.000,00 / bulan merupakan salah satu contoh wanprestasi.

Akibat Wanprestasi

Pihak yang tidak melakukan prestasi atau mengingkari janjinya tentu memiliki sanksi wanprestasi tersendiri. Terkait dengan tindakan wanprestasi yang telah diperbuat, pelaku wanprestasi akan berhadapan dengan berbagai macam akibat hukum, terkhusus penanggungan ganti rugi.

Sesuai dengan ketentuan hukum wanprestasi Pasal 1243 KUHPerdata, “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”

Maka, sesuai ketentuan Pasal 1243 KUHPerdata; pihak yang melakukan wanprestasi akan dikenakan biaya, kerugian, dan bunga yang terhitung sejak hari atau tanggal keterlambatan pembayaran.

Diatur secara lebih spesifik, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1246 KUHPerdata, “Biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh dituntut kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya, tanpa mengurangi pengecualian dan perubahan yang disebut di bawah ini.”

Maka, pelaku yang melanggar kesepakatan atau wanprestasi akan menanggung ganti rugi atas tiga hal, yaitu biaya, rugi, dan bunga.

Cara Penyelesaian Wanprestasi

Sebagai alternatif penyelesaian kasus wanprestasi, terdapat dua jalur yang dapat ditempuh oleh kedua pihak, yaitu penyelesaian melalui jalur litigasi maupun non litigasi.

Non Litigasi

Jika pelanggaran yang diperbuat oleh salah satu pihak dapat ditindaklanjuti tanpa adanya keperluan untuk menggunakan jalur hukum yang kompleks dan panjang, maka penggugat dapat memilih penyelesaian non litigasi. Melalui proses non-litigasi, kedua pihak dapat melakukan upaya mediasi untuk merubah kontrak dengan sebuah kesepakatan yang baru.

Berdasarkan Undang-Undang No 30 Tahun 1999 mengenai Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pihak yang dirugikan atau penggugat pun memiliki pilihan untuk menyerahkan penyelesaian kasus wanprestasi kepada pihak ketiga yang berada pada posisi netral, penuh dengan kebijaksaan, dan tanpa memihak ke salah satu sisi.

Jika tidak membuahkan hasil, surat somasi dapat dilayangkan sebagai peringatan sekaligus tawaran untuk bernegosiasi dengan pihak yang melakukan wanprestasi. Surat somasi dapat dilayangkan sebanyak tiga kali sebelum diproses melalui jalur litigasi, yaitu somasi pertama, kedua, dan ketiga. Peringatan ini diberikan untuk menghindari penyelesaian dalam tingkat pengadilan yang akan ditempuh oleh kedua pihak.

Namun apabila setelah somasi ketiga, pihak yang melakukan wanprestasi tetap tidak melaksanakan prestasi, maka pihak yang dirugikan dapat menyelesaikan perkara melalui proses litigasi.

Litigasi

Jika jalur non litigasi dinilai tidak efektif dalam menyelesaikan kasus wanprestasi, maka pihak yang dirugikan dapat membawa perkara wanprestasi melalui jalur pengadilan. Berbeda dengan proses non litigasi, perkara wanprestasi akan diselesaikan oleh pengadilan sebagai pihak berwenang dan melalui proses yang membutuhkan waktu lebih panjang. Tujuan utama penggugat mengajukan gugatan melalui proses litigasi yaitu agar dapat memperoleh putusan eksekutorial atau putusan yang dapat dilaksanakan dengan cara paksa, guna memperoleh hak-haknya kembali.

Penutup

Suatu perjanjian dibuat agar kedua pihak melaksanakan seluruh isi perjanjian dengan baik. Namun, karena terdapat kemungkinan salah satu pihak melakukan wanprestasi, maka ketentuan yang mengatur mengenai wanprestasi perlu diatur dengan jelas dan tegas di dalam sebuah perjanjian atau kesepakatan. Pengaturan tersebut berfungsi untuk mencegah terjadinya wanprestasi.

Demikian pembahasan mengenai wanprestasi beserta cara penyelesaian dan akibat yang muncul. Semoga dapat bermanfaat untuk membantu Anda memahami wanprestasi.

Postingan Terkait

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *